Sabtu, 18 Maret 2017

makalah perbandingan agama





 
METODE PERBANDINGAN AGAMA DENGAN ILMU LAIN
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Perbandingan Agama
Dosen Pengampu : Imamul Huda, M.Pd.I



 Disusun Oleh :

1.      Nayirotul Fadhilah      (23010150216)
2.      Izzatin Nisa’                (23010150220)
3.      Isti Nurhalimah           (23010150241)


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA
2017
 


 




 

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Agama merupakan wahyu dari Tuhan dan asal mula dari kebudayaan manusia  yang dapat dileliti dan dapat dipelajari melalui berbagai cara dan berbagai banyak segi. Karena, manusia menurut fitrahnya adalah makhluk agama. Sifat itu pada dasarnya naluri alamiah untuk menyembah pada suatu obyek yang tinggi darinya atau menguasainya. Naluri ini sudah ditegaskan dalam al-Qur’an merupakan penyaluran dari dorongan yang berada jauh dialam bawah sadarnya yaitu dorongan kembali kepada Tuhan.
Agama merupakan peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Karena, agama memberikan ketenangan, pencerahan, solusi, maupun kemajuan yang pesat dalam peradaban manusia. Akan tetapi fakta menyatakan bahwa agama yang ada didunia ini sangat banyak sekali perbedaan antara agama yang satu dengan agama yang lainnya. Perbedaan itulah yang menjadikan ketidak cocokan antara penganut dan pelaksana agama yang ada didunia ini. Perbedaan diantara pengikut agama itulah yang menjadikan secara visual agama khususnya tampak radikal, fanatik dan penuh pemberontakan.
Pada hakikatnya, antara agama yang satu dengan agama yang lainnya telah memiliki persamaan dan perbedaan dari berbagai aspeknya, mulai dari kepercayaan, cara beribadah, nilai-nilai, tingkah laku, hingga aspek sosial yang mengajarkan interaksi antar manusia. Dilihat dari hal tersebut, makalah ini akan menjelaskan mengenai ilmu perbandingan agama tentang metode-metode perbandingan agama dengan ilmu lain.    
B.     Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian ilmu perbandingan agama?
2.    Bagaimana metode-metode perbandingan agama dengan ilmu lain?
3.    Apa faedah mempelajari ilmu perbandingan agama?
C.    Tujuan
1.    Untuk mengetahui pengertian ilmu perbandingan agama
2.    Untuk mengetahui metode-metode perbandingan agama dengan ilmu lain
3.    Untuk mengetahui faedah mempelajari ilmu perbandingan agama







BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Perbandingan Agama
Kata agama dalam bahasa Arab dikenal dengan “din(Ad-Diin). Diin (Ad-Diin) bisa berarti adat kebiasaan atau tingklah laku, balasan, ta’at, patuh dan tunduk kepada Tuhan, hukum-hukum atau peraturan-peraturan.[1]
Abu Ahmadi dalam bukunya menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ilmu perbandingan agama adalah ilmu yang mempelajari tentang bermacam-macam agama, kepercayaan dan aliran peribadatan yang berkembang pada berbagai bangsa sejak dahulu hingga sekarang.[2]
A. Mukti Ali menjelaskan bahwa yang dimaksud denga ilmu perbandingan agama adalah suatu cabang ilmu pengetahuan yang berusaha untuk memahami gejala-gejala keagamaan dari pada suatu kepercayaan dalam hubungannya dengan agama lain yang meliputi persamaan dan perbedaan.[3]
Perbandingan agama harus didasarkan pada asas semangat dan keyakinan atas kebenaran islam diatas semua agama. Kita mempelajari perbandingan agama untuk beberapa tujuan antara lain:
1.    Untuk semakin menguatkan keyakinan kita terhadap kebenaran Islam dan kebatilan agama-agama yang lain.
2.    Untuk mengakses dialog antar agama, dalam rangka dakwah dan kemaslahatan bersama.[4]
B.     Metode Perbandingan Agama dengan Ilmu lain
Sekarang akan dibahas tentang metode yang dipergunakan untuk memahami agama.[5] Agama sudah terdapat pada semua lapisan masyarakat dan seluruh tingkat kebudayaan sejak awal permulaan sejarah umat manusia. Kenyataan ini merangsang timbulnya minat para ahli untuk mengamati dan mempelajari agama, baik sebagai ajaran yang diturunkan melalui kewahyuan maupun sebagai bagian dari masyarakat. Lingkungan dan kebudayaan, baik sebagai pemilik pribadi maupun kelompok. Minat orang untuk mengamati dan mempelajari agama itu didasarkan atas anggapan dan pandangan bahwa agama sebagai sesuatu yang berguna bagi kehidupan pribadinya dan umat manusia. Tetapi selain itu ada juga yang didasarkan atas pandangan yang negatif dengan anggapan yang sinis terhadap agama, karena agama baginya adalah merupakan khayal, ilusi dan merusak masyarakat.[6]
Demikianlah agama telah berada ditengah-tengah manusia sepanjang sejarahnya. Ia merupakan aspek yang tidak dapat dipisahkan dari pribadi dan masyarakat. Tidak ada agama dan juga tidak ada struktur masyarakat yang dapat dianggap sebagai suatu gejala yang terpisah sama sekali satu sama lain, demikian kata Edward H. Winter.[7]
1.    Metode Fenomenologi
Pendiri metode ini, yaitu Edmund Husserl, menganggapnya hanya sebagai disiplin filsafat murni dengan tujuan membatasi dan menambah penjelasan-penjelasan yang murni psikologis dari proses pemikiran. Segera pendekatan fenomenologis itu dipergunakan untuk menerangkan lapangan-lapangan seni, hukum, agama, dan sebagainya. Fenomenologi agama dikembangkan oleh Max Scheler, Rudolf Otto, Jean Hering, dan Gerardus van der Leeuw. Tujuannya adalah untuk melihat ide-ide agama, amalan-amalan, dan lembaga-lembaganya dengan mempertimbangkan “tujuannya”, namun tanpa menghubungkan  dengan teori-teori filosofis, teologis, metafisis atau psikologis.[8]
Gerardus van der Leeuw (1890-1950), beliau berpendapat bahwa power, kekuatan atau kekuasaan, adalah dasar dari konsepsi agama. Tulisannya yang utama, Religion in Essence and Manifestation, merupakan sebuah buku yang padat dengan tipologi tentang fenomena agama, termasuk macam-macam korban, tipe-tipe orang suci, kategori tentang pengalaman agama dan berbagai bentuk dari fenomena agama lainnya.[9]
Ada empat macam studi secara fenomenologis ini. Pertama, adalah fenomenologi agama secara umum, yang juga disebut morfologi agama. Yaitu deskripsi fakta-fakta keagamaan secara teratur, suatu perbandingan diantara satu dengan lainnya untuk membedakan yang sama dan yang tidak sama. Suatu pengklasifikasian yang rasional atas dasar analisis yang bersifat empiris dan kategorisasi yang bersifat deskriptif. Pada prinsipnya dalam fenomenologi agama secara umum seperti mendapatkan tempat.
Kedua, adalah fenomenologi agama khusus. Studi ini melahirkan suatu kumpulan fenomena yang pokok-pokok. Seperti disatu pihak bermacam-macam dewa tumbuh-tumbuhan, bermacam-macam korban yang berbeda-beda, aneka ragam tipe syaman. Di lain pihak bisa juga pemilihan kumpulan fenomena itu dengan cara menetapkan data keagamaan yang ada dalam masyarakat atau kelompok masyarakat. Seperti pada agama suku bangsa Afrika tertentu. Dalam hal ini pengertian fenomena diselidiki dalam hubungan masyarakat dengan masyarakat atau kumpulan masyarakat tertentu.
Ketiga adalah fenomenologi agama refleksi. Disini sebagian merupakan metodologi dan sebagian merupakan teologi. Kedua prosedur ini dipakai dalam memperinci dan menganalisis. Demikian juga persoalan yang fundamental dari sesuatu studi agama seperti hubungan antara masalah-masalah nonagamawi ataupun melulu mengenai fenomena agama.
Keempat adalah fenomenologi agama eksistensialis. Di sini titik tolaknya adalah melulu mengenai kehidupan manusiawi dengan segala sifat-sifat yang dimilikinya, kualitasnya, kemungkinan-kemungkinannya serta permasalahan-permasalahannya. Studi ini langsung tertuju kepada cara dimana manusia dalam lingkungan yang berbeda-beda sejak mula-mula masyarakat berburu sampai masyarakat industri zaman modern telah menanggapi secara agamawi terhadap segala permasalahan yang dijumpainya. Terutama dalam hal ini, baik agama ataupun nonagama, orang dapat memperkembangkan potensi kesadaran diri yang dimilikinya.[10]
2.    Metode Sosiologi
Dari segi sosiologi, pendekatan terhadap agama telah melahirkan berbagai teori. Diantara teori-teori itu, yang sangat terkenal adalah teori tingkatan. Teori ini dikemukakan oleh August Comte. Comte biasanya dianggap sebagai pendiri ilmu sosiologi modern. Teori ini umumnya sebenarnya secara subtansial berdasarkan pada suatu pandangan khusus terhadap agama.[11]
Penyelidikan agama secara sosiologis sebenarnya telah menerapkan adanya pengaruh masyarakat atas agama dan gejala-gejalanya dan sebaliknya juga pengaruh agama atas masyarakat dan gejala-gejala kemasyarakatan. Di satu pihak idealisme sering kali tidak mempertimbangkan dipengaruhinya agama oleh faktor-faktor kemasyarakatan, tetapi dilain pihak banyak pemikiran dan marxistis membuat kesalahan untuk semata-mata mau mencap agama sebagai satu gejala sosial saja.
Memang kaum Marxis materialistis kelihatan tidak sangsi memaksakan pendapatnya tentang agama ini. Mereka cenderung meneliti hal-hal yang berhubungan terutama dengan ritual, pengalaman-pengalaman agama, dan juga lembaga-lembaganya. Disamping itu mereka juga memusatkan perhatian kepada ajaran ajaran dan cerita-cerita keagamaan. Hal ini saja sebetulnya sudah merupakan satu problem bagi kaum komunis dalam menetapkan  teorinya kalau mereka insaf bahwa, teori itu adalah hasil dari suatu teori yang lebih awal yang tingkatannya lebih tidak duniawiah tentang agama. Teori itu tidak diakui dan tidak cocok bagi kebudayaan-kebudayaan lain, seperti persoalan tentang Cina modern, tentang status agama mereka menurut orang Markis.[12]
3.    Metode Psikiologi
Dalam abad ke-20 muncul pendekatan baru untuk menjelaskan agama dari segi ilmu pengetahuan, yaitu pendekatan psikologi.[13] Sangat erat hubungannya dengan perdebatan psikologi ini adalah apa yang dihasilkan oleh Sigmund Freud. Freud (1866-1939), salah satu pemikir besar abad ini yang turut menentukan cara bagaimana seharusnya orang memandang dunia dan dirinya sendiri dewasa ini, telah berhasil merumuskan satu pendekatan terbaru dalam bidang psikologi yaitu pendekatan psiko-analisis. Dalam tulisannya mengenai agama, ia tidak pernah menyembunyikan atheismenya, karena baginya agama adalah gangguan kejiwaan. Psiko-analisis dihasilkan setelah ia mencoba berbagai metode terlebih dahulu, terutama metode hipnosis dan metode sugesti.[14]
Zakiah Daradjat menyimpulkan teori psiko-analisis Freud tentang agama, dalam tiga faktor:
a.       Sesungguhnya kepercayaan agama seperti keyakinan akan keabadian, surga dan neraka tak lain dari hasil pemikiran kekanak-kanakan yang berdasarkan kelezatan yang mempercayai adanya kekuatan mutlak bagi pemikiran-pemikiran,
b.      Sikap seseorang terhadap Allah adalah peralihan dari sikapnya terhadap bapak, yaitu sikap Oedip yang bercampur antara takut dan butuh akan kesayangan.
c.       Doa-doa lainnya (dari penenang agama) adalah cara-cara yang didasari (obsessions) untuk mengurangkan rasa dosa, yaitu perasaan yang ditekan akibat pengalaman-pengalaman seksual. Yang kembali kepada masa pertumbuhannya kompleks Oedip.
Sehubungan dengan psiko-analisis, maka ada diriwayatkan, bahwa nabi Muhammad saw sudah menyelidiki gejala-gejala kejiwaan seorang pemuda Yahudi, yaitu Ibnu Sayyad secara kritis dan cermat. Menurut Iqbal, Nabi Muhammad adalah seorang penyelidik pertama atas gejala-gejala kejiwaan dengan cara yang kritis.[15]
4.    Metode Ilmiah
Suatu aliran menekankan bahwa untuk mendekati agama itu semestinya sui generis yang sama sekali tidak dapat dibandingkan atau dikaitkan dengan metode-metode yang terdapat dalam pelbagai bidang pengetahuan lainnya.[16] Aliran lain menyatakan bahwa sekalipun bagaimana dan apa pun masalah yang diteliti, metode yang sah untuk dipergunakan adalah metode “ilmiah”. Istilah “ilmiah” disini dipergunakan dalam arti ganda. Dalam arti sempit, ia menunjukkan metode yang dipergunakan pada ilmu-ilmu alam. Sedangkan dalam arti yang luas, ia menunjuk pada suatu prosedur yang bekerja dengan disiplin yang logis dan utuh dari premis-premis yang jelas. Tetapi, sebetulnya pada dua pendekatan ini terdapat kekurangan. Dalam lapangan agama sebenarnya harus dikembangkan metode baru yaitu metode “sintesis”. Berkenaan dengan aliran kedua yaitu aliran yang berpendapat bahwa meneliti agama haruslah dengan cara “ilmiah”. Kita mempunyai alasan untuk menentang pluralisme bahkan dualisme dalam masalah-masalah metode dari ilmu pengetahuan.
Kebenaran adalah satu, kosmos adalah satu, oleh karena itu pengetahuan juga satu. Pengahayatan ini sangat penting. Sekalipun kita tidak setuju dengan interpretasi positif dari prinsip ini, kita harus menggabungkannya pada metodologi kita yang didasarkan pada tuntutan ganda. Tuntutan yang pertama adalah bahwa metode itu harus disatukan. Ini merupakan keharusan. Semua idealisme dan naturalisme termasuk materialisme bangun dan jatuh bersama-sama dengan monisme metodologis. Namun demikian, untuk memahami suatu kebenaran adalah satu hal, dan untuk memiliki kebenaran itu adalah satu hal lain. Kita harus realistik bahwa pengetahuan kita tentang segala sesuatu itu adalah sebagainya saja, dan bahwa hanya Tuhanlah yang mengetahui keseluruhannya. Tuntutan yang kedua adalah bahwa metode itu mencukupi untuk sasaran yang diteliti. Dan ini cocok dengan prinsip yang pertama, yaitu satunya metode.[17]
5.    Teori Antropologi
Antropologi telah memusatkan perhatiannya kepada kebudayaan-kebudayaan primitif yang tidak bisa tulis baca dan tanpa teknik. Dengan demikian untuk melakukan praktek antropologis, diperlukan teknik-teknik tertentu.
Usaha pertama memadukan penyelidikan arkeologi terhadap manusia prasejarah disatu pihak dengan penelitian antropologi dilain pihak dilakukan oleh seorang amtropolog Inggris, John Lubbock. Bukunya yang berjudul The origin of Civilization and The Primitive Condition of Man bagannya terdiri dari satu skema yang bercorak evolusi mulai dari atheisme, fetishisme, totemisme, syamanisme, anthropomorphisme, monoteisme, dan monotheisme etis.[18]
Menurut Van Baal, agama tidak dijumpai secara umumnya, melainkan secara satu persatu, selaku agama satu suku, satu bangsa, sejemaah, segereja, dan sebagainya. Sebab itu setiap agama harus diteliti sebagai satu sistem yang meliputi segala seluk beluk yang berhubungan dengannya. Juga harus selalu didasari bahwa agama adalah satu perwujudan sosial, walaupun yang percaya atau yang tidak percaya itu adalah pribadi-pripadi. Namun, isi kepercayaan, tradisi, mitologi, dan upacara-upacara semuanya didapati dari nenek moyang, kalau agama itu primitif, atau tradisional, dari guru-guru agama, atau dari pendeta-pendeta setempat, kalau agama itu berdasar atas kitab-kitab tertentu pada zaman dahulu. Setiap agama memiliki satu sistem yang disusun dari adat istiadat, upacara dan tradisi-tradisi yang diwarisi dari generasi ke generasi. Dan memang setiap generasi mengadakan sedikit-sedikit perubahan atau tambahan terhadap warisan itu, tapi adalah jelas, bahwa setiap generasi dan individu , mulai menerima agamanya selaku warisan pendahulunya. Itulah pemahaman Van Baal terhadap agama berdasarkan kitab suci. Metode antropologi hanya tepat untuk digunakan meneliti agama primitif itu saja.[19]
6.    Metode Teologi
Metode teologi yaitu suatu pendekatan yang normatif, subyektif terhadap agama adalah pendekatan teologis. Pada umumnya pendekatan ini dilakukan dari dan oleh penganut sesuatu agama dalam usahanya menyelidiki agama lain. Maka pendekatan ini bisa juga disebut pendekatan atau metode tekstual, atau pendekatan kitabi, maka ia selalu menampakkan sifatnya yang apologis dan deduktif.[20]
7.    Metode Perbandingan
Seorang ahli sosiologi yang paling berpengaruh sejak akhir abad ke-19, adalah Max Weber. Ia melihat adanya hubungan yang nyata antara ajaran protestan dan munculnya kapitalisme. Ia telah memperkirakan adanya hubungan dalam ajaran Calvinisme tentang  Ascetisme dunia ini yang telah menciptakan suatu disiplin yang rasional dan karya etis berbarengan dengan menabung yang akan dipakai untuk penanaman modal. Namun demikian, Weber mengakui bahwa teorinya yang seperti itu harus dites. Akan tetapi harus diakui, bahwa sumbangan pemikirannya yang utama adalah uraian-uraiannya yang sangat sistematis mengenai adat istiadat dan kebudayaan lain dari sosiologi. Tulisannya tentang Islam, Yahudi, agama-agama India dan Cina sangat berpengaruh. Begitu juga ia telah menghidangkan berbagai kategori dalam bidang agama, yang sudah dijadikan alat perbandingan dengan bermacam-macam materi perbandingan pula. Denga demikian, ia dianggap sebagai pendiri yang sejati dari sosiologi perbandingan. Dan oleh karena perhatiannya yang khusus terhadap agama, maka ia juga dianggap sebagai tokoh besar dalam bidang perbandingan agama.[21]
C.    Faedah Mempelajari Ilmu Perbandingan Agama
A. Mukti Ali dalam bukunya Ilmu Perbandingan Agama, mengemukakan bahwa faedah mempelajari ilmu perbandingan agama bagi seorang muslim adalah:
1.    Untuk memahami kehidupan batin, alam pikiran, dan kecenderungan   hati berbagai umat manusia.
2.    Untuk mencari dan menemukan segi-segi persamaan dan perbedaan antara agama Islam dengan agama-agama yang bukan Islam. Hal ini sangat berguna untuk perbadingan, untuk membuktikan dimana segi-segi dari agama Islam yang melebihi agama-agama lain, berguna juga untuk menunjukkan bahwa agama-agama lain, berguna juga untuk menunjukkan bahwa agama-agama yang datang sebelum Islam itu adalah sebagai pengantar terhadap kebenaran yang lebih luas dan lebih penting.
3.    Untuk menumbuhkan rasa simpati terhadap orang-orang yang belum mendapat petunjuk tentang kebenaran, serta menimbulkan rasa tanggung jawab untuk menyiarkan kebenaran yang terkandung dalam agama Islam kepada masyarakat.
4.    Ilmu ini bukan hanya berguna bagi para mubaligh, tapi juga para ahli agama Islam, karena pikiran lebih tajam dengan mempelajari berbagai agama dengan cara membanding dan akan mudah memahami isi dan pertumbuhannya.[22]




BAB III
PENUTUP

Kesimpulan:
Dapat disimpulkan bahwa ilmu perbandingan agama yaitu ilmu yang mempelajari tentang gejala-gejala keagamaan, kepercayaan, peribadatan, dan tentang semua persamaan serta perbedaan yang ada disemua agama yang sudah berkembang diberbagai bangsa hingga sekarang.
Adapun metode-metode perbandingan agama dengan ilmu lain yaitu meliputi metode fenomenologi, metode sosiologi, metode psikologi, metode ilmiah, antropologi, metode teologi, dan metode perbandingan. Semua metode tersebut dapat mengetahui pebedaan yang ada disemua agama meliputi dari kepercayaan, peribadatan, dan sebagainnya.
Faedah mempelajari ilmu perbandingan agama salah satunya yaitu untuk mencari dan menemukan segi-segi persamaan dan perbedaan antara agama Islam dengan agama-agama yang bukan Islam, serta untuk memahami kehidupan batin, alam pikiran, dan kecenderungan hati berbagai umat manusia.


DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2010. Perbandingan Agama. Jakarta: Bulan Bintang.

Ali Mukti, A. 2002.  Ilmu Perbandingan Agama. Yogyakarta: Yayasan Nida. 

Ali Mukti, A. 1992. Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia. Bandung: Mizan.

Daradjat, Zakiah, ddk. 1996. Perbandingan Agama 1. Jakarta: Bumi Aksara.

Daradjat, Zakiah, dkk, 1996. Perbandingan Agama 2. Jakarta: Bumi Aksara.

Jirhanuddin. 2010. Perbandingan Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Wach, Joachim. 1984. Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: Rajawali.












[1]Jirhanuddin, Perbandingan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 3.
[2]Abu Ahmadi, Perbandingan Agama, Cet. 17, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), hlm. 1-2.
[3]Ibid., hlm. 4.
[4]A. Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama, (Yogyakarta: Yayasan Nida, 2002), hlm. 5.
[5]A. Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1992), hlm. 74.
[6]Zakiah Daradjat, dkk, Perbandingan Agama 2, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 37.
[7]Ibid., hlm. 38.
[8]A. Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia, (Bandung: Mizan, 1992), hlm. 78.
[9]Zakiah Daradjat, dkk, Perbandingan Agama 2, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 71.
[10]Zakiah Daradjat, dkk, Perbandingan Agama 1, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 37.
[11]Zakiah Daradjat, dkk, Perbandingan Agama 2, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 60.
[12]Ibid., hlm. 61-62.
[13]Ibid., hlm. 65.
[14]Ibid., hlm. 66.
[15]Ibid., hlm. 66-67.
[16]Joachim Wach, Ilmu Perbandingan Agama, (Jakarta: Rajawali, 1984), hlm. 19.
[17]A. Mukti Ali, Op Cit., hlm. 75.
[18]Zakiah Daradjat, dkk, Perbandingan Agama 2, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), hlm. 54.
[19]Ibid., hlm. 57.
[20]Ibid., hlm. 73.
[21]Ibid., hlm. 62-63
[22]Jirhanuddin, Op Cit., hlm. 13-14.




PERBANDINGAN AGAMA TUGAS UTS

SEJARAH AGAMA KRISTEN DAN PAKAR AGAMA KRISTEN Makalah i ni disusun gun a memenuhi tugas Ujian Tengah Semester (UTS) Perbandingan Aga...